Jumat, 22 April 2016

Sejarah Balai Besar Tekstil Indonesia


Ada puluhan bahkan ratusan jenis pakaian tradisional yang ada di indonesia. Sebut saja baju Ulee Balang khas Aceh, baju Karo khas Batak, baju Kurung yang menjadi pakaian tradisional sebagaian besar masyarakat dataran Sumetera, baju Aisan Gede masyarakat Bangka Belitung, baju Ta’a dan Sapei Sapaq khas Suku Dayak, baju Bodo ala Sulawesi, baju Kebaya khas Jawa yang juga menjadi busana nasional Indonesia dan masih banyak lagi baju-baju khas atau baju adat.

Mesin Pemintal Benang

Beragamnya kekayaan budaya dan kesenian Nusantara termasuk kekayaan tekstil khas Nusantara tidak serta merta ada begitu saja. Tekstil di Indonesia memiliki cerita dan sejarah yang panjang dimulai dari berabad-abad lalu di masa kejayaan kerajaan Nusantara hingga masuknya era industri tekstil di abad ke-19 tepatnya sekitar tahun 1920-an.
Atas prakarsa Ir. Surachman dan Prof. Dr. Bernard serta bantuan Bupati Bandung, Wiranatakusumah didirikanlah Textil Instituut en Batik Proefstation (TIB) dan bergabung dalam lingkungan Departemen Landbouw Nijverheid en Handel(L.N.& H.). Pendirian TIB bermaksud untuk memberikan penerangan-penerangan atau advies-advies kepada industri tekstil terutama kepada pertenunan rakyat.
TIB juga diberi tugas untuk pengujian dan penyelidikan, seperti pengujian bahan-bahan untuk tekstil, misalnya benang, tjap dan obat-obatan, pengujian alat-alat tenun dan lain-lain. Selain itu tugas pengembangan dan menganjurkan perbaikan-perbaikan dalam cara-cara kerja dan alat, mengadakan pendidikan dan latihan-latihan untuk pekerja tekstil maupun ahli-ahli tekstil.


Alat Tenun Mesin karya BBT

Pada tahun 1929, industri tekstil mulai berkembang dengan dimulai dari industri rumahan dengan sub-sektor pertenunan (weaving) dan perajutan (knitting) menggunakan alat Textile Inrichting Bandung Gethouw atau lebih populer dengan sebutan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang diciptakan oleh Dalenrood. Produk-produk ATBM antara lain berupa tekstil tradisional berupa sarung, kain lurik, stagen, dan selendang. Era ATBM kemudian bergeser ke era ATM ( Alat Tenun Mesin ) setelah alat baru ini ditemukan di Majalaya, Jawa Barat pada tahun 1939. Pada masa itu Majalaya telah mendapat pasokan listrik sejak tahun 1935 sehingga memungkinkan untuk mengembangkan teknologi ATBM menjadi teknologi yang lebih modern yakni ATM. Sejak saat itu industri tekstil Indonesia memasuki era teknologi dengan menggunakan Alat Tenun Mesin hingga saat ini, dengan berbagai perkembangannya yang lebih mutakhir.


Mesin Tenun Modern

Dengan berdirinya TIB seperti gayung bersambut, membuat industri tekstil berkembang pesat. Pendidikan yang diberikan TIB semula hanya bersifat practical training diperluas dengan dibukanya Kursus Tekstil Rendah pada tahun 1933. Kursus dengan tujuan membentuk kader-kader tekstil yang terdidik dan mampu memimpin perusahaan tekstil kecil diikuti oleh peserta dari daerah hampir diseluruh Indonesia, seperti Majalaya, Garut, Tasikmalaya, Sukabumi, Cirebon, Pekalongan, Jogyakarta, Solo, Banyumas, Kedu, Madiun, Kediri, Bangil, Pasuruan, Gresik, Padang, Palembang, Medan, Makasar, Pare-pare, Bali, Lombok, Samarinda dan lain-lain.


Mesin Tenun Serat Alam

Pada tahun 1935 dibukalah kursus yang lebih tinggi tingkatannya dengan nama Bedrijfsleider Cursus,dengan tujuan untuk membentuk tenaga-tenaga Ahli Tekstil yang mampu memimpin perusahaan tekstil sedang maupun besar. Demikian kemudian terjadi konsentrasi-konsentrasi didaerah dengan perkembangan tekstil khas masing-masing.
Perkembangan Balai Besar Tekstil

Alat Tenun Bukan Mesin

Pada waktu didirikan hingga tahun 1934 Textil Instituut en Batik Proefstation (TIB) dipimpin oleh Dalenoord, yang mempopulerkan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) hingga industri tekstil Indonesia mengalami kemajuan pesat. Pada tahun 1934-1937 TIB dipimpin oleh Janzen, tahun 1937-1942 dipimpin oleh J.Eshuis.
Saat kependudukan Jepang, TIB dipimpin oleh Niwa dan nama TIB dirubah menjadi “Orimono Sikendjo” atau Balai Penerangan Pertenunan dan Pembatikan. Niwa banyak mengadakan percobaan penanaman berbagai macam serat yang ada di Indonesia sampai pada usaha pemintalan dan pertenunannya dengan alat dari kayu.
Dengan berakhirnya perang dunia ke II, pimpinan Balai diserahkan kepada R.Soemitro.


Mesin Pemintal Benang Sutera

Beberapa bulan memimpin, R.Soemitro terpaksa harus mengungsi karena serangan tentara kolonial Belanda ke Bandung. Pengungsian semula ke Cidurian-Bandung Timur (rumah R.Soemitro) kemudian ke Majalaya dan akhirnya ke Ciamis. Dalam waktu yang bersamaan dengan mengungsinya R.Soemitro, Belanda mengaktifkan Balai yang ada di Bandung dibawah pimpinan J.Eshuis hingga tahun 1950. Pemimpin Balai selanjutnya diteruskan oleh Aburisman sampai tahun 1953 dan pada tahun 1953-1954 pimpinan Balai dipegang oleh E.Royat.

Pada tahun 1954-1961 Balai dipimpin oleh Ir.R.Safioen dan karena Beliau diangkat menjadi Kepala Jawatan Balai-Balai (sekarang PNPR Nupiksa Yasa), maka pimpinan Balai diserahkan kepada Ir.Soegito Moeljowijadi. Dengan mengalami banyak perubahan dan pergantian pimpinan Balai telah banyak pula mengalami perubahan dan kemajuan, baik mengenai organisasi maupun mengenai penambahan mesin pemintal, mesin tenun, mesin rajut dan alat perlengkapan laboratorium, perluasan bangunan, penambahan tenaga kerja dan lain-lain. Kurun waktu 1953 nama Balai Penerangan Pertenunan berubah nama menjadi Balai Penyelidikan Tekstil.


Contoh Hasil Tenunan Serat Alam

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.192 tahun 1961, tanggal 12 Mei 1961 tentang perubahan status Balai Penyelidikan Tekstil menjadi Perusahaan Negara dengan nama Balai Penelitian Tekstil. Pada tahun 1966 dibawah pimpinan Ir Sutardjo didirikan Institut Teknologi Tekstil (ITT) yang dipimpin oleh KPH. Soerjo Soejarwo dan tahun 1979 saat Balai dipimpin oleh Wibowo mengalami perubahan struktur dan pemisahan kelembagaan menjadi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Tekstil (BBPPIT) dan Sekolah Tinggi Tekstil (STT) dipimpin oleh Moerdoko, S.Teks.


Mesin Tenun Kain

Sebagai lembaga yang memajukan industri tekstil di Indonesia, khususnya Kota Bandung pada tahun 2002 BBPPIT yang bernaung dibawah Badan Penelitian dan Pengembangan Industri dan Perdagangan (BPPIP), Departemen Perindustrian dan Perdagangan kembali mengalami perubahan nama dan struktur menjadi Balai Besar Tekstil (BBT) dan sejak tahun 2005 dibawah naungan Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI), Departemen Perindustrian.


Mesin Gulung Benang

Dalam rangka menguatkan kompetensi melalui inovasi teknologi yang produktif, mandiri dan profesional, pada tahun 2010 BBT bernaung dibawah Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri (BPKIMI), kementrian Perindustrian, dengan memperoleh sertifikat ISO 9001:2008 dari SAI GLOBAL Certified System, dengan nomor Sertifikat QEC29547.
Aktifitas Balai Besar Tekstil

Gedung Laboratorium Pengujian

Sebagai lembaga litbang yang unggul dan terpercaya dengan reputasi internasional dalam bidang tekstil, Balai Besar Tekstil (BBT) memiliki 8 jasa layanan teknis dibidang tekstil dan produk tekstil, yakni Penelitian dan Pengembangan; Pengujian Tekstil dan Produk Tekstil; Kalibrasi Peralatan Uji; Standardisasi; Sertifikasi; Konsultasi; Pelatihan Teknis; Rancang Bangun dan Rekayasa.
Adapun yang berkenaan dalam memberikan pelayanan jasa teknis yang berkualitas kepada industri, BBT juga memiliki fasilitas laboratorium dengan gedung tersendiri masih dilingkungan BBT.


Pengujian Fisika pada Tekstil

Diantara layanan laboratorium adalah Laboratorium Pemintalan, Laboratorium Pertenunan, Laboratorium Perajutan, Laboratorium Garmen, Laboratorium Desain, Laboratorium Pencelupan, Pencapan dan Penyempurnaan, Laboratorium Polimer, Laboratorium Pengujian, Laboratorium Kalibrasi, Laboratorium Linkungan, Laboratorium Komputer. Disamping itu BBT juga memiliki ruang Workshop Rancang Bangun Mesin Tekstil prototip skala kecil dan menengah, juga ruang Product Development & Desaign Center yang baru diresmikan oleh Kepala Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri Kementrian Perindustrian, Arryanto Sagala, 24 Maret 2014.


Perpustakaan Balai Besar Tekstil

Dukungan Ruang Perpustakaan BBT sangatlah membantu bagi pengusaha, mahasiswa ataupun tenaga ahli tekstil dalam mencari literatur tentang tekstil. Karena koleksi buku yang berjumlah lebih dari 13.000 buah berisikan tentang teknologi, ensiklopedia, majalah, jurnal, dan laporan penelitian dari Balai Besar Tekstil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar